Pada suatu hari Minggu, di paroki
tetangga, yang jauhnya 15 km dari ibu kota sebuah kabupaten, Gereja paroki
dipenuhi oleh ribuan umat yang menghadiri ekaristi. Perayaan itu menjadi cukup
lama karena yang bertugas membagi komuni hanyalah pastor yang memimpin ekaristi
dan dibantu oleh seorang suster. Dalam kebiasaan setempat, sesudah komuni
kudus, barulah anak-anak yang belum menerima komuni maju menerima urapan tanda
salib dari imam. Pada hari itu, pastor yang memimpin ekaristi agak kurang sehat
sehingga sesudah komuni ia langsung mendoakan doa penutup dan memberi berkat
umum seperti biasa. Sesudahnya bersama misdinar ia kembali ke sakristi dan
segera melepaskan kasula lalu bergesa-gesa menuju pastoran dan masuk kamarnya
untuk beristirahat. Dari dalam kamarnya
ia mendengar bagaimana anak-anak berteriak dan menyampaikan protes dengan
mengatakan: “percuma saja kita datang
misa hari ini, kita tidak mendapat berkat dan jamahan khusus dari pastor”.
Pada zaman sebelum konsili Vatikan II,
kalau seorang pastor mengunjungi keluarga-keluarga, sebelum pastor itu pulang,
bapa atau ibu keluarga akan meminta pastor memberikan berkatnya atas seluruh
keluarga. Anggota keluarga itu pun langsung berlutut, lalu imam berdoa sejenak
dengan menumpangkan tangannya dan memberikan berkatnya. Keluarga itu akan
tampak ceria karena percaya bahwa berkat itu pasti memberi banyak manfaat untuk
keluarga seluruhnya. Sebaliknya keluarga-keluarga akan menyesal jika mereka
lupa memintanya dan pastor meninggalkan rumah mereka tanpa memberi berkat.
Pertanyaannya, apakah berkat imam atau
pastor itu penting? Dalam teologi tentang imamat, imam disebut sebagai “alter Christus – Kristus yang lain”, sebab
dalam diri seorang imam ada persona
Christi, ada kehadiran Kristus yang penuh karena sakramen imamat. Maka
segala tindakan imam dalam hubungan dengan sakramen, doa serta tindakan suci
lainnya, atas yang rohani maupun yang jasmani, selalu menyatakan tindakan
Kristus yang menyelamatkan, termasuk menumpangkan tangan dan memberi berkat.
Yesus dalam Injil hari ini menegur para
murid ketika mereka melarang anak-anak datang kepada-Nya (bdk Mat 19:13-15).
Yesus berkata: "Biarkanlah
anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab
orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." Setelah
anak-anak itu datang, Ia menumpangkan tangan-Nya atas mereka dan memberi mereka
berkat. Menumpangkan tangan dan memberi berkat oleh imam adalah sebuah simbol
yang bermakna: Allah memberikan rahmat
bagi umat-Nya sebagai tanda untuk melindungi, menguatkan, meneguhkan,
menyembuhkan, atau apa saja yang baik sesusai kebutuhan umat atau sesuai tujuan
pemberian rahmat itu sendiri. Anak-anak atau siapa saja yang meminta berkat
dari pastor pasti mendapatkan segala rahmat yang mereka perlukan dalam hidup
dan karya mereka. Tindakan imam saat itu adalah tindakan Kristus sendiri.
Dalam bacaan pertama hari ini nabi
Yehezkiel menggugat umat Israel karena mengabaikan kehadiran Allah dalam hidup
mereka. Ia bertanya: "Ada apa dengan kamu, sehingga kamu
mengucapkan kata sindiran ini di tanah Israel: Ayah-ayah makan buah mentah dan
gigi anak-anaknya menjadi ngilu? Demi Aku yang hidup, demikianlah firman
Tuhan ALLAH, kamu tidak akan mengucapkan kata sindiran ini lagi di Israel. Sungguh, semua jiwa Aku punya! Baik jiwa
ayah maupun jiwa anak Aku punya!
Melalui peringatan ini, nabi Yehezkiel
mengingatkan umat Allah bahwa seluruh jiwa raga manusia itu milik Allah, bukan
miliknya sendiri. Maka hidup manusia selalu membutuhkan perlindungan Allah
melalui berkat Allah sendiri, agar dibebaskan dari segala godaan dan pencobaan.
Tindakan berkat dalam perjanjian baru
dilakukan oleh Yesus, sebagai utusan Allah dan dalam Gereja dilakukan para
rasul dan para pengganti rasul-rasul dalam diri uskup dan imam-imam sebagai
pembantu uskup !