Ketika saya masih sebagai murid SD,
khususnya kelas 4 dan 6, di paroki yang berbeda, dua kali saya mengalami kunjungan
Uskup yang datang ke paroki-paroki itu hendak melayani sakramen krisma. Saat itu
saya sangat kagum melihat uskup yang perawakannya tinggi besar, berjenggot,
memakai jubah dan berjalan di antara barisan umat yang menjemputnya. Sambil memberkati
umat di kiri kanan jalan, ia berlangkah dengan penuh wibawa. Lebih lagi ketika
ia memasuki Gereja dan koor menyanyikan lagu: “Ecce Saccerdos”. Setelah membaca
Kitab Suci, ia menyampaikan homili singkat, dalam bahasa daerah yang fasih
sambil batuk-batuk kecil. Singkatnya seluruh penampilannya sungguh menakjubkan.
Karena itu waktu pulang ke rumah topik cerita
kami anak-anak hanyalah berkisar pada rasa kagum tentang uskup dan segala kehadirannya
yang mempesona serta berwibawa itu.
Waktu berada di kota Kapernaum, Yesus
mengajar pada hari Sabat. Semua orang yang mendengar pengajaran-Nya merasa
sedemikian takjub, lebih lagi ketika Ia mengusir setan dari seorang yang
dirasuki roh jahat. “Semua orang takjub,
lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya
perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada
roh-roh jahat dan mereka pun keluar." (bdk Luk 4:31-37). Kekaguman mereka
pada dua hal ini:
1. Perkataan-Nya
hebat, karena singkat, padat dan jelas. Pilihan kata-kata-Nya pas, isi pengajaran-Nya
singkat dan mudah dipahami. Semua itu menyentuh hati sanubari yang terdalam dan
membangkitkan semangat pertobatan. Sasaran pengajaran-Nya tidak umat Allah yang
patut dibimbing ke arah keselamatan.
2.
Segala
kuasa roh jahat dipatahkan, karena kewibawaan dan kuasa Yesus jauh lebih tinggi
dari pada tipu muslihat setan yang selalu ingin menjauhkan kita dari Allah dan sesama.
Kuasa mengusir setan telah diberikan kepada setiap orang yang percaya, terutama
mereka yang secara khusus diberi wewenang penuh oleh uskup untuk mengusir
setan, yaitu imam-imam yang diberi jurisdiksi sebagai exorcist.
Rasa kagum dan sekaligus takut adalah awal
dari pengalaman akan Tuhan yang berusaha menarik para pengikut-Nya boleh
mengalami kasih-Nya yang menyelamatkan. Sesudah itu Tuhan akan mulai bekerja
membimbing kita agar dekat pada-Nya, supaya boleh mengalami kasih yang lebih
dalam dan lebih luas lagi sehingga kita siap menjadi saksi-Nya dan menceritakan
segala pengamalan kita kepada orang lain di sekitar kita. Dengan demikian
cerita tentang pengalaman kasih Allah ini akan tersiar semakin meluas ke segenap
penjuru dunia, agar semakin banyak orang yang mengenal Dia dan memiliki pikiran Kristus lalu memuliakan nama-Nya yang kudus.
Kata St. Paulus dalam kesaksiannya: kalau kita sudah menjadi manusia rohani, kita mudah menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dunia ini, mampu membedakan antara yang baik dan buruk, yang benar dan salah yang bekerja dalam diri kita melalui hikmat Allah itu sendiri (bdk 1 Kor 2:10-16b).