Sabda-MU, Terang Bagi Jalan-ku…!

Sabda-MU, Terang Bagi Jalan-ku…!
❝ Your Word is A Lamp for My Feet, A Light for My Path. ❞     「Psalm 119:105  —  The New American Bible, Revised Edition (NABRE).」

Alkitab On-Line

 

Alkitab On-Line :

Ketik Kata atau Ayat :

Alkitab    Bahan

Amazon Associates Rotating Banner

Search Engines with English Only

Sabtu, Agustus 20, 2016

YANG TERBESAR MENJADI PELAYAN !



Pada masa kampanye, di ajang pemilukades, pemilukada, pileg, pilgub dan pilpres para calon pemimpin terhormat dan yang mulia ini tampak rajin blusukan ke desa-desa, kampung-kampung, kota-kota, bahkan pasar-pasar, sekolah-sekolah untuk memperkenalkan diri sambil melayani masyarakat dengan pelbagai macam kegiatan mereka. Dalam pidato yang hebat mereka akan mengatakan: kalau Anda memilih saya, maka saya akan berusaha melayani Anda semua dengan visi misi saya berikut ini. Lalu mulailah mereka membeberkan visi misinya dengan lancar, cermat, enak didengar, dengan rangkaian kata-kata yang amat puitis, asyik dan menyenangkan. Mereka menyanyi dan menari bersukaria di tengah masyarakat seolah-olah tak ada jarak. Mereka sungguh ingin menyatu dengan rakyat kecil, sambil sesekali berkata: aku ingin menjadi pemimpin yang melayani !

Akan tetapi ketika sudah berhasil terpilih, apa yang kita saksikan? Tampaknya seperti ada lompatan besar dari bumi ke langit, sebab mobilnya bermerk, ke mana-mana selalu didahului mobil bersirene, agar mobil para penumpang “colt diesel atau truck kayu”, travel rakyat kecil atau wisatawan, bis para penumpang umum menyingkir ke pinggir jalan dan membiarkan mobil plat khusus lagi bermerk itu lewat tanpa hambatan. Tak ada lagi basa basi lambaian tangan untuk menyapa lewat jendela seperti saat kampanye, yang ada hanyalah kaca gelap agar tidak tahu siapa yang lewat. Dalam hatinya mungkin mereka berpikir: kini aku telah jadi pemimpin dan harus memikirkan nasib Anda melalui pembangunan ini dan itu, maka kemana-mana aku harus menjadi yang pertama, nasib Anda di tangan saya dst, dst.... Tempat duduk mereka di mana saja tidak lagi membaur seperti pada masa kampanye, tetapi terdepan dan terhormat. Saat kampanye selalu bilang: aku datang untuk melayani kini aku datang supaya dilayani! Yang terbesar menjadi pelayan kini berubah yang terbesar harus dilayani.

Pertanyaannya, dari mana dan mengapa semua ini berubah seperti itu? Tidak lain dari budaya paternalistis, mengutamakan yang terbesar atau yang tertinggi sebab pemimpin adalah panglima, raja atau ratu, yang patut dihormati, dimuliakan, ditinggikan! Akibatnya, amatlah sukar bagi kita untuk menghayati permintaan Yesus: yang terbesar hendaknya menjadi pelayan! Jika kita ingin mengubah budaya dengan mental priyayi seperti ini, kita akan mendapat cap tidak tahu budaya dan tidak tahu menghormati yang tertua atau yang dituakan.

Akan tetapi ada satu kongregasi dalam gereja yang menyapa anggota-anggota mereka dengan sapaan saudara tanpa membedakan apakah dia pemimpin ataukah cuma seorang anggota biasa. Mereka hanya memiliki satu sapaan yang sama untuk semua: saudara ! Misalnya: saudara Markus, Petrus dst... apakah mereka ini tidak tahu budaya atau tidak tahu etika hormat menghormati? Sama sekali tidak. Mereka sungguh ingin mengikuti contoh pemimpin utama mereka yang menyapa semua ciptaan Tuhan dengan mengatakan: saudara. Misalnya: saudara angin, saudara rumput, saudara kera dst... Itulah dia St. Fransiskus Asisi. Orang kudus ini sungguh menerjemahkan perkataan Yesus, pemimpin adalah pelayan.

Wejangan Yesus dalam Injil hari ini menantang kita semua untuk bersikap rendah hati dalam kata dan perbuatan, bukan rendah hati sementara sekedar sarana yang dipakai saat kampanye pemilu agar mendapat kedudukan, bukan kata-kata hisaan bibir di saat kotbah supaya enak didengar tetapi harus menjadi karakter untuk mengubah diri dan dunia, sebab kerendahan hati untuk melayani termasuk prasyarat utama untuk mendapat rahmat mengubah dunia dan untuk masuk kerajaan surga (bdk Mat 23:1-12).

Nabi Yehezkiel dalam penglihatannya memandang kemuliaan Tuhan turun atas bait suci dan memilih bait suci itu menjadi tempat kediaman-Nya. Dalam bait suci itu Ia bertakhta di tempat yang sudah tersedia untuk mendengar doa, pujian, sembah bakti umat-Nya. Ia datang dari surga rela merendahkan diri, duduk di antara manusia berdosa, guna memperhatikan dan mendengar keluh kesa, melihat penderitaan umat-Nya serta melayani segenap umat-Nya dengan menyediakan segala rahmat yang mereka perlukan (Yeh 43:1-7a). Yang berdosa diampuni, yang sakit disembuhkan, yang mencerita diberi-Nya penghiburan, yang lemah dikuatkan dan yang hilang dicari-Nya. Sungguh Ia datang untuk melayani umat-Nya. Penglihatan Yehezkiel menjadi benar dan nyata ketika Yesus hadir dan mengatakan: Aku datang untuk melayani, mencari dan menyelamatkan yang hilang ! Dia yang terbesar menjadi PELAYAN kita !






         








Adhitz Ads