Ada lima orang bersaudara diminta memikul
salib satu-satu menuju satu tempat yang sudah ditentukan. Beratnya salib semua
sama sebab terbuat dari kayu yang sama dengan ukuran yang sama. Saking jauhnya
mereka memikul salib itu salah seorang dari antara mereka mulai merasa
kelelahan lalu dia membiarkan saudara-saudara yang mendahuluinya. Saat ia berhenti,
ia mampir ke rumah orang di pinggir jalan meminta gergaji untuk memotong kaki
salib agar terasa lebih ringan. Ia memotong sekitar 20 cm. Ia meneruskan
perjalanannya mengejar saudara-saudara lain sambil bersiul karena salibnya
sudah terasa sangat ringan dan langkahnya makin cepat bahkan mampu mendahului
ke empat saudara lainnya.
Saat menyeberangi jurang ia terkejut
karena jembatan yang menghubungi jurang itu sudah runtuh oleh gempa bumi yang
menimpa wilayah itu sehari sebelumnya dan belum bisa diperbaiki.
Saudara-saudara lain yang datang kemudian, dengan mudah menghubungkan jurang
itu dengan salibnya masing-masing karena ukurannya pas lalu jalan terus,
sedangkan ia sendiri tidak bisa menyeberanginya karena salibnya tidak pas untuk
menghubungkan dua bibir jurang itu karena salibnya sudah dipotong. Ia terhenti
di situ dan tidak sampai tujuannya.
Paulus dalam suratnya kepada jemaat
Korintus hari ini berbicara tentang salib. Ia menulis: “Sebab pemberitaan
tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi
kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah......untuk
orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi
suatu kebodohan,
tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik
orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan
hikmat Allah” (bdk 1 Kor 1:17-25). Orang Yahudi dan bukan Yahudi mengganggap
salib itu sebagai batu sandungan dan kebodohan, mengapa? Siksaan salib bagi
Yahudi adalah siksaan terkejam bagi mereka yang bersalah kalau melanggar Taurat.
Bagi mereka Yesus melanggar Taurat dan menghujat Allah, karena ajaran-Nya dan
pengenalan diri-Nya bertentangan dengan hukum Taurat. Ia menjadi batu sandungan
karena ajaran-Nya yang baru. Bagi orang bukan Yahudi adalah kebodohan karena
mereka tidak tahu apa itu salib dan mengapa Yesus disalibkan. Akan tetapi bagi
yang percaya dan terpanggil salib itu adalah hikmat dan kekuatan Allah karena mereka tahu tujuan
kedatangan Kristus serta segala karya yang dikerjakan-Nya hingga Ia wafat di
salib dan bangkit lagi dari antara orang mati. Salib itu jembatan kepada hidup
baru: hidup dalam Roh dan kebenaran dan yang menghantar kita masuk ke dalam
Kerajaan-Nya.
Akan tetapi meskipun salib itu hikmat
dan kekuatan dari Allah, hidup manusia dengan tantangannya tidak semudah menjaga
ungkapan iman yang terucap di mulut dan hati yang percaya. Hidup dalam Kerajaan
Allah perlu didukung oleh sikap yang siap siaga dan bijaksana seperti para
gadis bijaksana yang disampaikan dalam
perumpamaan Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Sikap bijaksana itu terwujud
dalam pelita yang bernyala dan minyak cadangan yang dibawa, sebab pengantin
pemilik pesta nikah itu datang tanpa waktu yang ditentukan. Lebih dari itu
salib itu dapat kita pikul menuju kerajaan-Nya bila hidup kita selalu dituntun
Roh Kudus yang menguatkan dan menerangi kita.