Sebelum
mengalami hidup baru dalam kuasa Roh Kudus, bapak Gaspar dikenal sebagai orang
yang cepat marah, mudah tersinggung, suka bermabukan bila hadir dalam
pesta-pesta, selalu mengunjungi tempat sabung ayam untuk berjudi, selalu bangga
akan istrinya yang cantik, pegawai negeri sipil tetapi yang sering dipukulnya bila
sudah mabuk dan kalah judi, demikian juga anak-anaknya. Karena itu anak-anak
selalu berharap kalau ayah mereka tidak lama-lama berada di rumah. Bagi istri
dan anak-anak ayah sungguh menjadi sumber percideraan dalam keluarga. Bapak Gaspar
sendiri adalah seorang petani cengkeh yang hasilnya bisa mencapai 20-an juta rupiah
jika hasil panenannya banyak. Namun karena hidupnya yang dikuasai oleh
keinginan daging maka ia tidak pernah menjadi sumber damai dalam keluarga
melainkan sumber pertentangan.
Istrinya
seringkali menangis di depan patung Bunda Maria jika ia berdoa sendirian dalam
kamarnya atau kedapatan menangis sendiri jika ia mengunjungi tempat adorasi
abadi di kapel pinggir kota. Dalam keadaan tidak nyaman seperti itu ia mengajak
anak-anaknya untuk berdoa bagi ayah mereka agar bertobat. Pada suatu hari Minggu
Tuan Gaspar menghadiri misi Kebangunan Rohani di gereja parokinya. Pada kesempatan
doa-doa penyembuhan imam yang memimpin doa menyampaikan sabda pengetahuan
demikian: “Di sini ada seorang bapak
keluarga yang sering mencari Tuhannya di tempat judi dan sabung ayam, serta
hidup dalam kemabukan dan pesta pora, saatnya Tuhan menjamah dia untuk kembali
ke jalan yang benar, jika tidak maka ia akan menderita seumur hidupnya”. Gaspar
sangat tersentuh dengan sabda pengetahuan itu dan ia menangis tertunduk lalu
berdoa dalam hati: Tuhan selamatkan hidup
saya. Sesudah misa ini saya mau mengaku dosa dan bertobat! Usai perayaan
ekaristi ia ke sakristi minta untuk mengaku dosa. Dalam pengakuannya ia
mengatakan dengan terus terang bahwa dia menyesali dosa-dosanya dan benar-benar
berjanji untuk bertobat. Kemudian atas nasihat pastor itu ia mengikuti retret
pembaharuan hidup dalam roh bersama istri dan anak-anaknya. Sejak saat itu
mereka sungguh hidp dalam damai, sukacita, lemah lembut. Istri dan anaknya
sangat bersyukur karena doa mereka didengar oleh Tuhan. Ayah mereka, Gaspar,
diselamatkan!
St.
Paulus dalam bacaan pertama hari ini mengingatkan jemaat Galatia agar tidak
hidup dibawah kuasa daging yang menyebabkan banyaknya kejahatan dalam bentuk: “percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan
berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri
sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan
sebagainya”, sebab kejahaatan-kejahatan ini membuat mereka hidup jauh dari
Kerajaan Allah; tetapi sebaliknya
menganjurkan supaya mereka hidup dalam Roh agar menghasilkan: “kasih, sukacita, damai sejahtera,
kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.
Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu........Jikalau kita hidup oleh Roh,
baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh” (bdk Gal 5:18-25). Bapak Gaspar
telah merasakan bagaimana buruknya hidup dalam keinginan daging. Ia tidak
merasa bahagia sebab semua itu membuat hidupnya tidak nyaman dan ia telah
menyiksa hidup istri dan anak-anaknya. Setelah dia bertobat barulah dia
merasakan betapa cinta dan sukacita itu perlu dipelihara sebaik mungkin sebab
di situlah sumber kebahagiaan hidup rumah tangga.
Tuhan
Yesus dalam Injil hari ini mengecam orang-orang dengan ungkapan yang sangat
keras dengan kata: celakalah dan celakalah sebanyak 4 kali. Sasarannya adalah
orang Farisi dan ahli Taurat. Alasannya tidak lain karena dua golongan ini
termasuk orang-orang yang hidupnya berada di bawah kuasa daging, menimbulkan
banyak masalah di tengah umat Israel. Mereka mengabaikan keadilan dan kasih,
suka dihormati dan memberi banyak beban kepada umat sedangkan mereka sendiri
tidak melakukannya. Dua golongan ini termasuk manusia-manusia paling munafik di
antara orang Yahudi. Inilah contoh manusia yang tidak hidup dalam kuasa Roh
Kudus (bdk Luk 11:42-46).
Manusia
tak pernah luput dari dosa, kecuali Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang sudah
sejak awal dibebaskan dari dosa asal dan dosa lainnya. Bila kita sadar bahwa
dosa itu mendatangkan kerugian bagi diri kita sendiri, keluarga, masyarakat dan
Gereja, sebaiknya kita datang ke tempat pengakuan dosa. Di situ dengan penuh
sesal dan tobat mulai membangun niat yang baru untuk hidup dalam rasa takut dan
taat kepada Tuhan. Jika kita mati dalam dosa, kita akan kehilangan
segala-galanya, teristimewa kehilangan Kerajaan Allah.