Pada suku bangsa yang hingga
dewasa ini masih membagi status masyarakatnya ke dalam kasta-kasta, akan sangat
jelas perbedaan hak dan kewajiban antara golongan yang berkasta tinggi dengan
golongan berkasta rendah. Yang berkasta tinggi mendapat banyak hak dan
privilese istimewa tetapi yang berkasta rendah hak-hak asasinya sangat dibatasi
sembari dibebani dengan kewajiban-kewajiban yang berat. Berpastoral di tengah
suku bangsa seperti ini akan jauh lebih berat daripada berpastoral di tengah
suku bangsa tanpa perbedaan status, terutama kalau suku bangsa itu masih terikat
dalam budaya perbedaan yang sangat kuat dan kental. Yang kasta seolah-olah
hidup merdeka sedangkan yang kasta rendah hidup dalam perhambaan.
Ketika St. Paulus berbicara
tentang anak hamba dan anak merdeka dalam bacaan pertama hari ini, sesungguhnya
ia ingin mengajak jemaat Galatia:
Pertama, agar menghargai
hak setiap orang sebagaimana statusnya sebagai citra Allah dan anak Allah
karena jasa Yesus Kristus. Paulus mengatakan: “sebab Kristus telah memerdekakan kita, supaya kita benar-benar
merdeka”. Kita sama di mata Tuhan, dalam status sebagai anak-anak Allah.
Tak ada hamba dan tak ada orang merdeka. Bila kita tetap berpegang teguh dalam
perbedaan menurut kasta-kasta maka kita menjadi hamba dari adat istiadat yang
tidak memerdekakan.
Kedua, agar jemaat
Galatia berusaha membebaskan diri dari kecenderungan buruk, hidup dalam dosa
atau menjadi hamba dosa. Melalui sakramen baptis hidup kita sudah dimerdekakan
dari dosa karena itu hendaknya usaha kita selalu tertuju kepada pemenuhan
kehendak Allah dalam kata dan tindakan.
Pada suatu hari para pendengar
Yesus (ahli Taurat dan kaum Farisi) meminta Yesus agar melakukan mujizat di
depan mata mereka. Tetapi Yesus menolak permintaan dengan pernyataan yang
keras: Angkatan ini adalah angkatan yang
jahat (bdk Luk 11:29-32). Mengapa
mereka menuntut tanda? Mereka masih ragu dengan status Yesus. Mereka berpikir
Dia adalah anak petani miskin dari kampung Nasareth. Dengan latarbelakang
seperti itu tidak mungkin Dia bisa melakukan mujizat-mujizat seperti yang
mereka dengar selama ini. Mereka ini masih hidup dalam pola pikir lama bahwa
yang bisa melakukan karya besar seperti itu hanyalah orang dari golongan
menengah ke atas, berdarah bangsawan dan dari keturunan para raja. Di sini kita
akan ingat pada bab permulaan Injil Mateus yang mengisahkan silsilah keturunan
Yesus bahwa Dia berasal dari keturunan raja Daud, maka pantaslah kalau Dia bisa
memiliki anugerah hebat seperti itu dari Tuhan.
Kalau orang-orang yang
menuntut ini tidak percaya akan kuasa Allah pada diri Yesus berarti mereka
masih hidup di bawah perhambaan dosa: tidak menghargai derajat sesama sebagai
citra Allah, hidup dalam kecurigaan dan iri hati pada kehebatan orang lain, selalu
ingin menciptakan permusuhan dengan sesama yang sesungguhnya bukan musuh, suka
mempertahankan statusquo bahwa status mereka lebih tinggi dari yang lain.
Ada pelbagai macam bentuk perhambaan
dalam hidup ini, teristimewa kuasa dosa yang merasuki hidup kita. Berdirilah teguh
dalam iman akan Tuhan Yesus Kristus, sebab Dia telah memerdekakan kita. Amin.