Saya
ini orang yang sangat sibuk, demikian Mr. Damian Steyne membuka pembicaraanya
tentang pendidikan anak dalam keluarga, namun saya selalu memberi waktu untuk
mereka masing-masing sejam sehari. Saya mendengar mereka, menyanyi
bersama-sama, rekreasi bersama, melihat pekerjaan rumahnya, berjalan bersama
masuk hutan, melihat laut, berdoa rosario bersama ke gua Maria, dll. Sambil
melakukan aktivitas-aktivitas itu saya memberi pandangan-pandangan positip
kepada mereka tentang pentingnya memiliki tujuan hidup dan menjaga hubungan
yang baik dengan Tuhan dan sesama serta mengajar mereka untuk bersyukur dan
berbagi. Dengan kata-kata lembut dan penuh kasih, anak-anak kami sangat senang
dan selalu berharap akan kehadiran kami di rumah. Keadaan seperti ini tidak
bisa tercipta jikalau orangtua selalu memiliki alasan sibuk atau tidak
mempunyai waktu untuk mereka. Jika hal ini berlangsung lama maka mereka akan
mencari orang tua lain ke tempat yang salah dan mereka menjadi generasi
pemberontak. Mereka itu anak Tuhan dan layani mereka seperti kita melayani
Tuhan.
Demikian
juga harapan St. Paulus terhadap para orangtua di Efesus. Kepada bapa-bapa dia
mengatakan: “Dan kamu, bapa-bapa,
janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka
di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Ef 6:4). Anak-anak akan terluka, marah
dan kecewa apabila kehadiran mereka diabaikan atau jikalau orang tua hanya
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya saja. Menempatkan pendidikan anak
dengan kasih pada jalur yang tepat akan menghasilkan generasi muda yang bukan
saja beriman tetapi juga yang tahu apa tujuan hidup ini dan bagaimana mereka
mencapai tujuan itu dengan penuh semangat dalam kuasa Tuhan (bdk Ef 6:1-9)
Banyak
orang percaya kepada Tuhan dan menyebut nama Tuhan dalam doa, namun hidup dan
perbuatannya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan serta menjadi kurang waspada. Ketika
Tuhan datang dan menutup pintu kerajaan-Nya, mereka masih berleha-leha dalam
cara hidup yang salah. Saat pintu ditutup barulah mereka sadar dan berseru
memohon pertolongan. Jawaban yang mereka dengar: “Aku tidak mengenal kamu” (Luk
13:22-30). Jika generasi muda kita
melanjutkan cara hidup seperti ini, maka kita melanjutkan warisan yang buruk bagi
kehidupan mereka. Orang yang percaya kepada Tuhan adalah orang-orang yang sudah
diselamatkan dan mendapat jaminan untuk menerima segala janji-janji-Nya, namun
semua rahmat yang dijanjikan itu tidak diterima secara otomatis. Hidup sebagai
anak Allah adalah hidup dalam kebenaran dan kasih.
Kebenaran
dan kasih itu bisa hidup dan bertumbuh dalam diri generasi muda kita jikalau
mereka mengalami hidup dalam Tuhan, dididik dengan nasihat Tuhan yakni: dalam
kebenaran dan kasih. Dengan demikian kasih dari Allah akan terus mengalir mengurapi
hidup mereka.