Mr.
Damian Stayne, pemimpin komunitas Hati dan Cahaya Kristus, asal Inggris dalam salah satu kesaksianya minggu lalu, tentang menata keluarga bahagia
antara lain mengatakan: “kekuatan cinta suami istri bukan hanya dipelihara
dengan memberi kepuasan jasmaniah tetapi terutama dengan menjaga keakraban
hubungan dalam sikap saling menghargai dengan cara: saling mendengar, saling curhat tentang suka dan duka, saling bertanya,
memberi waktu untuk rekreasi bersama serta memuji keunikan masing-masing. Tanpa
usaha-usaha ini maka hidup rumah tangga Anda akan cepat membosankan”.
Apa
yang saya katakan ini mungkin hal-hal yang amat sederhana, tetapi justru dalam
kesederhanaan itu ada nilai yang besar yang didapatkan oleh keluarga yaitu kebahagiaan.
Dalam
wejangan Tuhan Yesus hari ini, cinta yang dipelihara dalam semangat saling
menghargai itu akan bertumbuh bagaikan sebuah biji sesawi. Ia tampak begitu
kecil, tetapi ketika ditanam dan dipelihara dengan baik, biji itu akan
bertumbuh subur menjadi pohon yang tinggi, mempunyai cabang dan ranting yang
kuat sehingga burung-burung dapat membuat sarangnya di situ. Atau bagaikan ragi
yang membuat tepung tiga sukat dapat berkembang menjadi roti yang dapat dibakar
untuk dimakan (bdk Luk 13:18-21).
Kebahagiaan
hidup dalam keluarga bukan didapatkan dengan cara menunggu Tuhan melakukan mujizat-mujizatNya,
tetapi suami istri harus membuat mujizat-mujizatnya sendiri dengan cara memperhatikan
hal-hal sederhana di atas sehingga cinta itu tetap hidup dan menyala sampai waktunya
kita kembali ke rumah Bapa. Kalau pohon sesawi yang berasal dari biji yang
kecil itu bisa bertumbuh menjadi besar dan memberikan dirinya bagi
sarang-sarang burung, maka seharusnya manusia, baik bapa maupun ibu dalam
keluarga, harus memberikan dirinya menjadi penopang bagi yang lain. Dalam kalimat
St. Paulus: “suami harus mengasihi
istrinya sama seperti tubuhnya sendiri, maka yang mengasihi istrinya mengasihi
dirinya sendiri”......sebaliknya istri juga harus mengasihi suaminya sama
seperti tubuhnya sendiri.
Kekuatan
cinta suami istri dalam sikap saling menghargai akan membuat Gereja mini (baca:
keluarga) ini dapat menjadi Gereja yang kuat. Gereja kecil ini dapat menjadi
penopang bagi siapa saja yang mencari kehendak Tuhan, terutama anak-anak yang
lahir dan bertumbuh di dalamnya. Suami dan istri kiranya menjadi ragi yang bisa
membuat seluruh adonan dapat berkembang dan adonan itu bisa dibakar menjadi
roti yang enak. Yang enak itu pasti menyenangkan !