Ketika
Presiden Jokowi mengadakan program pengampunan pajak (tax amnesty),
ramai-ramailah orang-orang yang menyembunyikan harta dan uangnya di luar negeri
pun dalam negeri, melapor harta kekayaan mereka kepada Dirjen Pajak sambil
membayar pajak yang rendah. Dari hasilnya diketahui bahwa ternyata ada banyak
orang kaya yang menimbun harta kekayaan mereka demi kelangsungan usaha atau pun
demi kelangsungan hidup keluarga. Menimbun kekayaan bukan salah kalau memang kekayaan
itu hasil dari kerja keras sendiri, tetapi bila orang menimbun kekayaan karena
hasil manipulasi, penipuan dan korupsi maka kekayaan itu menjadi racun bagi
jiwa manusia. Mengapa? Hal itu termasuk ketamakan. Ketamakan atau kerakusan
termasuk salah satu dari ketujuh dosa pokok.
Ketika
seseorang dari antara orang banyak datang kepada Yesus dan meminta-Nya agar menjadi
hakim untuk membagi harta warisan mereka, Yesus menjawab: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab
walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari
pada kekayaannya itu." (Luk 12:15). Memiliki dan menimbun kekayaan
bukan sesuatu yang salah. Akan tetapi bila kekayaan itu membuat seseorang jatuh
dalam dosa ketamakan, kikir dan enggan berbagi kepada sesama yang membutuhkannya
maka orang itu menjerat jiwanya ke dalam bahaya, sebab itu kata Yesus: hidup manusia bukan tergantung pada kekayaan
tetapi kepada hati yang terbuka kepada Tuhan dan sesama. Dengan kekayaan
seseorang hendaknya tetap tahu bersandar dan bersyukur kepada Tuhan, sekaligus
tahu juga berbagi kepada sesama yang sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan. Adalah
tak berguna jika seseorang menimbun kekayaan bagi dirinya sendiri tetapi tidak
kaya di hadapan Allah, demikian tambahan nasihat Tuhan Yesus pada akhir
perumpamaan tentang seorang yang kaya yang menimbun kekayaannya (Luk 12:16-21)
St.
Paulus berpendapat bahwa Allah itu kaya dengan rahmat dan telah menghidupkan
kita bersama dengan Kristus. Di dalam Dia dan karena Dia segala kekayaan duniawi
yang kita miliki di dunia ini tak ada nilainya apa-apa selain hanya untuk
kesenangan yang sementara. Karena itu menimbun harta surgawi dalam bentuk melalukan
kebajikan-kebajikan dengan banyak berbuat baik, demi kemuliaan nama Tuhan dan
kebahagiaan sesama, jauh lebih tinggi nilainya dari pada menimbun harta
duniawi. Kekayaan yang mengarah kepada kesenangan untuk berdosa tidak bernilai
apa-apa bagi hidup manusia. Kekayaan yang mengarah kepada kesenangan untuk
memuliakan Tuhan dan kesejahteraan sesama adalah wujud dari iman yang hidup.