Hampir
semua agama berbicara tentang adanya hidup kekal. Namun pertanyaan bagaimana
keadaan hidup kekal itu masih menghantui pikiran dan perasaan banyak orang,
walaupun agamanya masing-masing telah coba menjelaskannya dengan menguitip
ayat-ayat Kitab Suci juga menceritakan pengalaman orang-orang kudus. Ada yang
berpikir bahwa hidup kekal adalah lukisan kebahagiaan bagi jiwa-jiwa yang
selamat dan keadaan mereka seperti malaikat atau bidadari. Ada juga yang
mengatakan bahwa hidup kekal itu semu, semua cerita tentang hidup kekal seperti
ajaran-ajaran agama itu hanyalah hiburan semu supaya manusia tidak takut mati. Ada
yang masih berpikir bahwa hidup kekal itu adalah sebuah keadaan seperti yang
terjadi seperti hidup di bumi ini.
Pandangan
terakhir di atas ada di antara orang Yahudi dari golongan Saduki. Mereka membuat
pertanyaan aneh kepada Yesus dengan kisah tentang seorang wanita yang menikah
dengan 7 bersaudara yang semuanya mati setelah menikah dengannya. Pertanyaan mereka
kepada Yesus: dalam hidup kekal siapa yang bakal memperisterikan dia? Jawab
Yesus kepada mereka: "Orang-orang
dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk
mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara
orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati
lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah,
karena mereka telah dibangkitkan” (bdk Luk 20:34-36). Pendapat Tuhan Yesus
ini adalah pandangan Gereja Katolik tentang hidup kekal. Hidup kekal ada dan
keadaannya seperti yang dilukiskan itu, hidup mereka seperti para malaikat,
penuh sukacita dalam pujian dan penyembahan kepada Sang Raja Agung. Agar kita
bisa masuk ke dalam hidup kekal, taatilah perintah dan hukum-hukum Tuhan.
Taat
dan setia pada hukum Tuhan itulah menguatkan iman seorang ibu dan 7 orang anaknya
yang ditangkap oleh raja Antiokhus Epifanes. Mereka dipaksa untuk melanggar
hukum Tuhan yang terwaris secara turun temurun. Tetapi mereka menjawab raja dan
mengatakan: "Apakah yang hendak
baginda tanyakan kepada kami dan apakah yang hendak baginda ketahui? Kami lebih
bersedia mati dari pada melanggar hukum nenek moyang." "Memang benar
kau, bangsat, dapat menghapus kami dari hidup di dunia ini, tetapi Raja alam
semesta akan membangkitkan kami untuk kehidupan kekal, oleh karena kami mati
demi hukum-hukum-Nya!". "Sungguh baiklah berpulang oleh tangan
manusia dengan harapan yang dianugerahkan Allah sendiri, bahwa kami akan
dibangkitkan kembali oleh-Nya" (bdk 2 Mak 7:1-2.9-14). Ketaatan kepada
Allah adalah sebuah harga mati, tak bisa ditawar-tawar oleh harta dan jabatan
apapun. Ketujuh kakak beradik ini semuanya rela mati demi iman akan Allah yang
telah menyediakan hidup kekal. Mereka semua tidak cemas akan kematian karena mereka
percaya akan kebangkitan dan hidup kekal.
Secara
implisit St. Paulus menasihati jemaat Tesalonika tentang hidup kekal dengan
mengatakan: “Ia, Tuhan kita Yesus
Kristus, dan Allah, Bapa kita, yang dalam kasih karunia-Nya telah mengasihi
kita dan yang telah menganugerahkan penghiburan
abadi dan pengharapan baik kepada kita, kiranya menghibur dan menguatkan
hatimu dalam pekerjaan dan perkataan yang baik” (bdk 2 Tes 2:16-3:5). Dalam
kata penghiburan abadi tersirat
keyakinan Paulus akan adanya hidup kekal.
Hidup
kekal dalam agama Yahudi, telah terwaris secara turun temurun. Pandangan ini
dikukuhkan Tuhan Yesus sendiri dan diteruskan oleh St. Paulus. Semua pandangan
ini didogmakan Gereja dalam rumusan CREDO – doa Aku percaya. Dengan demikian
sesungguhnya kita jangan cemas tentang bagaimana hidup kekal itu. Hendaknya kita
cemas kalau kita tidak setia dan tidak taat pada hukum Tuhan. Amin