Begitulah
kira-kira kalimat harapan yang terdengar dari para sahabat kita yang masih
tinggal dalam Gereja para penderita (baca: purgatorium). Entah berapa banyak jiwa
dari para sahabat kita yang masih tertinggal dalam hukuman sementara di sana,
bagi kita tidak penting, sebab yang terpenting adalah komitmen kita untuk
selalu mendoakannya supaya mereka segera dibebaskan. Derita yang paling
menyakitkan selama berada di tempat itu ialah kerinduan untuk melihat Tuhan
secepatnya. Akan tetapi kerinduan itu terhalang karena masa hukumannya belum
selesai. Mereka segera dibebaskan jikalau masa hukuman itu dibantu dengan
doa-doa dari sesamanya yang masih hidup di bumi ini.
Terdorong
oleh keyakinan akan kebangkitan tubuh dan hidup kekal itu, maka Yudas Makabe,
panglima tentara Israel menyuruh para serdadunya untuk mengumpulkan uang sebanyak
kurang lebih 2.000 dirham untuk dikirim ke Yerusalem agar para imam kenisah
mempersembahkan kurban penghapus dosa bagi para tentara yang meninggal di medan
perang. Kitab Makabe menulis demikian: “Kemudian
dikumpulkannya uang di tengah-tengah pasukan. Lebih kurang dua ribu dirham
perak dikirimkannya ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban penghapus dosa.
Ini sungguh suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas
memikirkan kebangkitan. Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang
gugur itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati
(2 Mak 12:43-46). Menurut keyakinan perjanjian lama, ada kebangkitan
sesudah kematian. Akan tetapi supaya kebangkitan itu hendaknya berada pada
level kemuliaan, maka jiwa-jiwa yang bangkit itu harus sudah berada dalam kemuliaan
surgawi bersama Tuhan. Untuk mencapai tingkat kemuliaan itu jiwa-jiwa yang berdosa
harus sudah ditebus oleh doa-doa para imam kenisah. Dari keyakinan ini kita
tahu jiwa-jiwa orang mati membutuhkan doa-doa kita yang masih hidup.
Inilah
kerinduan Tuhan bagi setiap orang yang percaya kepada Putera-Nya: “Inilah kehendak Dia yang telah mengutus
Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang
hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman” (bdk Yoh 6:37-40). Melalui
sabda ini Yesus menegaskan bahwa ada kebangkitan orang mati. Ada kebangkitan
dalam kemuliaan dan ada yang tidak. Orang yang bersatu dengan Tuhan dan yang
dosanya telah ditebus akan bangkit dalam kemuliaan. Agar jiwa-jiwa orang mati
sampai kepada persatuan itu, sekali lagi, mereka memerlukan doa-doa kita yang
masih hidup. Doa yang jitu untuk itu adalah doa melalui ekaristi kudus. Mengapa?
Ekaristi
adalah kurban salib Kristus, kurban keselamatan. Dalam ekaristi Kristus sendiri
hadir dan mengulangi kembali seluruh perjalanan salib-Nya hingga wafat di
Kalvari dan bangkit dari antara orang mati. Inilah kurban yang tersempurna yang
diadakan oleh Yesus sendiri, melalui penyerahan diri-Nya yang total hingga
wafat di salib. Iman akan wafat dan kebangkitan Kristus menjadi inti keyakinan
kita untuk mendapatkan keselamatan itu. St. Paulus dalam bacaan kedua yakin
akan kebenaran itu. Kepada para penentangnya ia menulis: “Bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang
mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada
kebangkitan orang mati? Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus
juga tidak dibangkitkan. Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka
sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (bdk 1
Kor 15:12-28).
Pada
hari ini Gereja memberi kesempatan kepada kita semua untuk mendoakan
saudara-saudara kita yang sudah berpulang, manfaatkan kesempatan ini dengan
baik agar jiwa-jiwa mereka yang telah berpulang bisa bangkit dalam kemuliaan
pada saat semua orang mati dibangkitkan. Amin