Pandangan Perjanjian Baru tentang cinta
Allah kepada manusia melampaui segala akal dan pengertian kita, jika kita merujuk
pada peristiwa inkarnasi dan segala tindakan Allah melalui Yesus Kristus, dalam
hidup dan karya-Nya. Semuanya dikerjakan dengan cuma-cuma, bukan karena jasa
kita melainkan karena cinta Allah semata-mata. Cinta Allah terwujud sejak Ia
memanggil Abram untuk menjadi bapa bangsa disertai janji-janji yang hebat
seperti: anak cucumu banyaknya seperti bintang di langit dan pasir di pantai,
engkau akan kaya raya, namamu dikenang selamanya dan engkau jadi bapa bagi
bangsa-bangsa!
Cinta dan janji itu diperbaharui lagi
kepada Ishak dan dalam bacaan pertama hari ini dilanjutkan kepada Yakub dalam
sebuah mimpi indah di Bethel, padahal Yakub telah memperdayai ayahnya dengan
sup kacang merah dan daging buruan buatan mamanya Rebeka (Kej 28:10-22a). Sekali janji tetaplah janji, sebab
kasih setia-Nya tak pernah berubah! Luar biasa Allah kita! Kebenaran ini mutlak
dan sesungguhnya harus menjadi keyakinan dasar kita untuk bertekun dalam iman,
harap dan kasih kepada-Nya.
Atas dasar keyakinan akan kasih dan
janji Allah yang tak pernah berubah itu, kepala rumah ibadat mendatangi Yesus
dengan problem tunggal, anak semata wayangnya meninggal. Ia memohon kepada Yesus
agar datang meletakkan tangan-Nya supaya anaknya hidup kembali. Permohonan penuh
iman ini menggerakkan hati Yesus untuk datang. Ia meletakkan tangan-Nya atas
anak itu dan mujizat terjadi. Anak tunggal itu bernafas kembali. Ia hidup! Demikian
halnya dengan perempuan yang sakit pendarahan selama 12 tahun. Ia percaya dan
mengulurkan tangannya menjamah jumbai jubah Yesus dan ia sembuh (Mat 9:18-26).
Cinta dan janji Allah itu sempurna,
sanggup menyentuh, menguatkan, menghidupkan dan membaharui hati setiap orang
percaya untuk hidup penuh harapan dan kasih kepada-Nya. Allah telah menyatakan
cinta dan janji yang sama kepada kita. Kini segalanya tergantung pada iman,
harap dan kasihmu kepada-Nya. Tuhan selalu siap menolongmu!