Ibu Ida sudah sangat putus asa dengan
keadaan keluarganya yang bertantakan. Suami tidak peduli dengan urusan
anak-anak dan keluarga, karena ia selalu pulang tengah malam dari tempat judi. Anaknya
yang sulung sering tidak ke sekolah sehingga nilainya rendah dan tidak naik
kelas. Anak itu dipindahkan dari sekolah ke sekolah , bahkan sudah 5 sekolah tetapi
tabiatnya tetap saja seperti itu. Anak putri kedua barusan masuk naik II SMA
sudah terlibat pergaulan bebas dan akhirnya diperkosa lalu berhenti dari
sekolah. Meskipun ibu Ida menduduki jabatan tinggi di sebuah kantor pemerintah namun
hatinya sangat terluka dengan keadaan rumah tangganya yang hancur itu. Ia tidak
bersemangat lagi dalam melaksanakan tugasnya, ia sering merasa pusing dan
lambungnya selalu perih, wajahnya lesu tidak bersemangat. Jika ia duduk
sendirian di ruangan kantornya, ia sering meneteskan air matanya memikirkan
keadaan keluarganya itu.
Namun suatu saat ia sangat terharu
mendengar kesaksian seorang pastor tentang keluarga lain yang keadaannya mirip
dengannya. Pastor itu mengatakan, keluarga itu selamat karena ibu keluarganya
selalu datang ke tempat adorasi. Di situ ia selalu berdoa demikian: “Tuhan, aku tahu kepada siapa aku percaya,
karena itu aku datang meletakkan semua perkara hidupku di bawah kaki-Mu, dan
aku yakin Engkau akan menolongku”! Doa penuh iman dan harapan ini
membebaskan dia dari persoalannya. Keadaan keluarganya pulih dari keadaan yang
berantakan itu dan selamat. Ibu Ida pun mulai mencari Tuhan. Setelah bertekun
selama 5 tahun di depan sakramen mahakudus, suaminya bertobat dan kedua anaknya
nikah dengan baik-baik meskipun tanpa pendidikan yang memadai.
Ayah ibu Musa taat pada Tuhan dan
berharap bahwa anak lelaki yang dibuang ke sungai Nil itu selamat. Harapan itu
terwujud, anak itu dipungut putri Firaun lalu diberi nama Musa. Musa dibesarkan
di lingkungan istana. Pengalaman dalam lingkungan istana ini membuat Musa
memiliki semangat cinta akan bangsanya sendiri (Israel) lalu berinisiatif untuk
menyelamatkannya. Namun dosa pembunuhan menyebabkan lari ke tanah Midian. Di tanah
itu ia menyepi jadi penggembala (Kel 2:1-15a). Dengan hidup menyepi ia
dipersiapkan Tuhan menjadi pemimpin pembebasan Israel dari Mesir.
Matius tampaknya kecewa dengan sikap
orang-orang Khorazim dan Kapernaum. Ia menggambarkan itu dalam kekecewaan Yesus
yang berkata: CELAKALAH ENGKAU ! Kecaman
ini lahir dari kekecewaan atas perilaku penuh dosa yang dilakukan para penduduk
kedua kota itu. Mereka hidup jauh dari Allah dan tidak menghormati hukum-hukum-Nya.
Kecaman ini sesungguhnya sebuah ajakan keselamatan bagi mereka untuk bertobat
dan mau kembali pada Tuhan yang telah memberi mereka tanah yang berlimpah susu
dan madu, sejak nenek moyang mereka Abraham. Kecaman ini tanda Allah kepada
umat-Nya (Mat 11:20-24)
Ungkapan hati pemazmur yang tertulis pada
judul renungan ini, adalah ungkapan iman umat Allah yang telah mengalami
keselamatan ketika mereka bertobat dan memelihara hidupnya sesuai kehendak
Allah. Hidup dekat Allah, membuat hati bersukacita !