Dalam hidup sehari-hari kita sering
jatuh dalam pikiran tentang hari baik dan hari buruk. Hari baik jika kita
bangun dan bekerja dengan penuh semangat. Kita katakan hari buruk bila kita
bangun dengan perasaan negatip dengan hasil pekerjaan yang kurang memuaskan. Senang
dan susah silih berganti. Menjadi kuat dan lemah selalu ada jatuh bangunnya. Itulah
kenyataan hidup dari manusia yang menyimpan harta rohani dalam bejana tanah
liat. Akan tetapi hidup dan perjuangan ini harus dijalani sampai tuntas. Orang yang
mengimani Allah, harus percaya bahwa dalam DIA segalanya akan berjalan sesuai
rencana-Nya !
Kemarin Abraham bangun dengan pikiran
negatip. Kepada dirinya dia berkata: mungkinkah? Hari ini giliran Sara istrinya.
Ketika dia mendengar nubuat dari tiga tamu siluman yang sudah dia beri makan
minum yang enak itu berkata, bahwa tahun depan dia akan memperoleh anak, dia
berkata kepada dirinya sendiri: Aku sudah tua dan suamiku juga sudah terlalu
tua, mungkinkah aku dan dia masih punya birahi? (Kej 18:1-15). Sudah menjadi
kenyataan, kita sering disandera oleh kelemahan fisik dengan pelbagai alasan:
tua, sakit, cacat dan tak berdaya. Alasan yang memang masuk akal karena
bertolak dari kenyataan hidup. Demikian pun Sara, istri Abraham. Dia tertawa
kepada dirinya sendiri mendengar nubuat tamu-tamu itu. Akan tetapi janji Tuhan
sejak awal kepada mereka berdua tidak mungkin dibatalkan hanya karena reaksi
negatip itu. Tahun depan keduanya akan dikaruniai anak lelaki, yang akan
menjadi cikal bakal terpenuhi janji lain dari Tuhan: keturunanmu akan banyak seperti
bintang di langit dan pasir di tepi pantai. Tuhan tidak main-main dengan janji-Nya.
Dia mahasetia.
Perwira di Kapernaum lain lagi
ceritanya. Dia datang menghadap Yesus dengan keyakinan sebagai perwira yang
selalu ingin menang dalam niat dan perjuangannya. Dengan rendah hati tetapi
penuh iman ia berkata: Tuan, hambaku sakit keras dan hampir mati. Bolehkah Engkau
datang untuk menyembuhkannya? Yesus menanggapi permintaannya dengan positip: “Baiklah
saya datang”! Namun saat Tuhan bersedia datang, ia merasa tidak layak, meski
tetap dengan penuh iman berkata: “Tuan, Engkau terlalu mulia. Aku merasa tidak
layak menerimamu di rumahku. Tetapi katakan saja sepatah kata di sini, maka
hambaku akan sembuh”. Alasannya jelas: saya punya bawahan, kalau saya bilang
padanya untuk datang pasti dia datang; dan kepada hambaku lakukan ini pasti ia
melakukannya. Karena itu saya yakin Tuan juga bisa mengatakan hal yang sama
kepada hambaku sekarang ini!. Yesus terkagum-kagum mendengar ungkapan iman
sebesar itu, dan Ia belum mendengarnya di antara orang Israel. Karena itu dengan
cepat Yesus menjawab: “pergilah jadilah seperti yang engkau minta!”. Saat itu
juga hambanya di rumah sembuh. Ajaib, bukan? (Mat 8:5-17).
Kejadian dari dua cerita di atas bedanya
ribuan tahun. Sara dan Abraham pada masa Perjanjian Lama sedangkan perwira itu pada
masa Perjanjian Baru. Keduanya berhadapan dengan Tuhan yang sama meski beda
cara Dia menjelma. Dalam Perjanjian Lama penjelmaan Tuhan melalui tiga tamu
(bisa ditafsir Bapa, Putera dan Roh Kudus) dan dalam Perjanjian Baru penjelmaaan-Nya
melalui Yesus, Allah Putera saja! Namun semuanya menunjukkan kehadiran Allah
yang sama, dengan kuasa yang sama dan dengan kesetiaan yang sama. Kata Kitab
Ibrani, meskipun beda ribuan tahun: Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin
maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.
Ya, Allah itu sama kuasa-Nya, baik
dahulu, sekarang maupun pada masa yang akan datang hingga selama-lamanya! Lebih
dari pada itu Dia mahasetia dengan janji-janji-Nya.
Merenungkan rencana dan kuasa Tuhan yang
ajaib ini, hari ini dan seterusnya, berpikir sesuai dengan kehendak Tuhan,
adalah cara pikir terbaik yang perlu kita imani, hayati dan kita bangun. Keterbatasan
fisik bukan menjadi halangan untuk bekerja memuliakan nama-Nya dalam pelbagai
aktivitas kita. Tuhan ajaib dalam rencana dan kuasa-Nya !