Pada zaman modern ini, semakin banyak
godaan yang menjerumuskan manusia ke dalam kejahatan dan dosa. Orang-orang yang
imannya teguh, setiap hari berusaha membangun hidupnya dengan mendirikan kemah
suci, baik di dalam diri mereka sendiri maupun di luar dirinya. Mereka mengisi
hidupnya dengan merenungkan sabdaTuhan sambil terus menerus bersyukur atas
segala berkat dan perlindungan yang mereka terima. Akan tetapi mereka yang
senang dengan tawaran godaan itu, mereka menerimanya begitu saja tanpa
membedakan apakah tawaran itu baik atau buruk. Sesudah melihat akibatnya yang
buruk barulah mereka menyesal.
Menyadari adanya godaan-godaan itu, Musa
datang kepada Tuhan di gunung Sinai. Sesudah berpuasa 40 hari 40 malam, ia
menerima perintah untuk menulis hukum-hukum dasar dan mengukirnya pada 2 loh
batu, lalu meletakkannya di dalam kemah suci (Kel 40:16-21.34-38). Tuhan menandakan
kehadiran-Nya di tengah bangsa itu dengan menurunkan awan pada siang hari dan
api pada malam hari tepat di atas kemah suci itu. Mereka meneruskan
perjalanannya dengan memperhatikan gerak awan dan api di atas kemah itu. Awan dan
api, dalam Kitab Suci, selalu melambangkan kehadiran dan penyertaan Tuhan yang
mahakuasa sejak bangsa Israel keluar dari Mesir. Dengan melihat fenomena itu mereka
merasa dicintai, dilindungi, dipelihara oleh Yahwe yang selalu setia pada janji-Nya.
Kehadiran Tuhan melalui hukum-hukum yang tersimpan dalam kemah suci itu, umat
Israel dituntun kepada ketaatan pada sabda kehidupan agar bisa terhindar dari kecenderungan
untuk berbuat dosa.
Yesus itu kemah Allah yang hidup. Dalam Dia
hukum-hukum Allah itu hidup dan bekerja. Di saat Ia mulai berkarya, Ia
mengingatkan bangsa-Nya dengan mengajarkan kebenaran-kebenaran yang berasal
dari Allah. Kebenaran itu jalan kepada kehidupan dan keselamatan. Barangsiapa
percaya dan melakukannya akan menikmati hidup, tetapi barangsiapa tidak percaya
dan tidak melakukannya akan tersesat dan mati. Karena itu pada hari ini Ia
mengingatkan para pendengar-Nya dengan mengatakan: “Hal Kerajaan Surga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut dan menangkap
banyak ikan. Setelah penuh pukat itu diseret ke pantai dan lalu para nelayan
akan memilih mana ikan yang baik dan mana ikan yang buruk. Yang baik disimpan
dan yang buruk dibuang” (bdk 13:47-53).
Ikan itu adalah manusia, kita yang hidup ini, yang pada waktunya akan
ditangkap dan diadili di hadapan-Nya. Pertanyaannya siapa dari antara kita
menjadi ikan yang baik dan siapa yang buruk?
Hemat saya, barangsiapa yang hidupnya
telah membangun kemah suci dalam hati dan rumahnya, dan hidup menurut kehendak
Allah, mereka itu adalah ikan-ikan yang baik. Akan tetapi barangsiapa tidak
membangun kemah suci dan menolak perintah-perintah Allah, mereka itu adalah
ikan-ikan yang buruk. Mereka sendiri akan tahu apa efeknya bagi kehidupan
masing-masing. Kemah suci adalah benteng hidup kristiani yang menyelamatkan !