Pemuda bernama Agustinus sudah lama
hidup dalam kejahatan dan dosa, doa ibunya Monika yang tekun dan kuat telah
menarik dia kembali ke jalan benar. Dia sungguh-sungguh bertobat dan mampu
meninggalkan masa lalunya, menerima hidup baru. Lalu dia mengikuti pendidikan
seminari, ditahbiskan menjadi imam, lalu diangkat menjadi Uskup. Dia menulis
sebuah buku yang amat terkenal dengan judul: PENGAKUAN. Dalam buku tersebut ia
menulis dengan terus terang tentang hidupnya yang gelap dan kemudian berjumpa
dengan Tuhan lalu bertobat. Dalam pengakuan itu jujur terhadap Tuhan, orang tua
dan sesamanya. Pengalaman hidup dalam dosa adalah pengalaman yang tidak
menyenangkan. Ketika bertobat ia merasa amat bahagia karena segala pengalaman
buruknya telah lenyap dan ia boleh menikmati sukacita yang amat dalam, sukacita
hidup dalam kasih Tuhan. Sukacita karena pengalaman ia diampuni.
Injil Matius hari ini menampilkan
kalimat-kalimat kecaman keras terhadap kaum Farisi dan ahli Taurat dengan
kata-kata: Celakalah, celakalah…. Mengapa? Karena Yesus tahu mereka hidup dalam
kemunafikan. Mereka tampak suci, alim, tetapi sesungguhnya jahat: sebab menutup
jalan keselamatan bagi orang lain, merampok janda-janda, menjerat orang jatuh
ke dalam dosa yang lebih berat, mengucapkan sumpah-sumpah palsu atas nama
sesuatu yang suci (Mat 23:13-22). Kecaman ini menggambarkan kepada kita bahwa
Allah hanya suka pada yang jujur, benar dan adil. Kerajaan Allah bukanlah
kerajaan yang terdiri dari orang-orang yang penuh tipu daya tetapi kerajaan terang,
kebenaran dan keadilan, kerajaan damai dan sukacita, kerajaan orang-orang yang
mencintai Allah dan sesamanya.
St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di
Tesalonika tidak menuntut apa-apa dari umat di situ, selain mendoakan dan memuji
ketekunan mereka dalam iman dan cara hidup mereka yang telah berubah (1 Tes
1:2b-5.8b-10) Mereka telah berbalik dari cara hidup manusia lama kepada cara hidup
manusia baru, manusia yang hidup di bawah bimbingan kuasa Roh Kudus. Orang Tesalonika
tidak lagi hidup dalam kemunafikan melainkan dalam iman dan kebenaran.
Iman akan Allah menuntut manusia untuk
hidup dalam terang dan kebenaran. Terang dan kebenaran harus berbuahkan kejujuran
dan keadilan, kedamaian dan sukacita. Sebab Tuhan Yesus datang supaya semua orang
yang percaya mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yoh
10:10b). Setelah pertobatannya St. Agustinus memiliki kelimpahan itu sehingga
dalam hidupnya sebagai imam dan uskup ia menunjukkan kwalitas hidup sebagai
orang saleh, mencintai kebenaran, keadilan, damai dan sukacita. Melalui pengakuannya
ia bersaksi bahwa hidup dalam dosa termasuk perilaku munafik adalah hidup yang
tidak membahagiakan.
Pada zaman ini banyak orang jatuh dalam
dosa kemunafikan. Mereka berusaha menampilkan kehebatan lahiriah dan
menyembunyikan diri di balik kesalehan semu, namun sesungguhnya hati mereka
tidak bahagia, tidak nyaman. Sebaliknya orang-orang yang hidupnya jujur akan
menikmati kedamaian dan ketentraman. Amin