Salah satu tugas besar Diakon Agung Laurensius
yang diberi oleh Paus Sixtus II adalah menjaga harta benda gereja di Roma dan
membagi-baikan derma kepada laum fakir miskin. Saat Paus ini ditangkap
Laurensius bertekad menemani Paus ini hingga kematiannya. Paus meramalnya bahwa
tiga hari lagi engkau akan bersama aku masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Ramalan itu
benar dan Diakon Laurensius ditangkap dan dibunuh mati dengan cara dipanggang
dalam kuali besar. Pemberian terbesar ini ia lakukan demi kemuliaan Tuhan dan
kesetiaannya kepada Gereja dan umat Allah yang dilayaninya.
Mati demi kemuliaan nama Tuhan disebut
martir – kematian seperti itu ibarat menanam biji gandum ke dalam tanah. Biji yang
ditanam itu tampak mati, terkubur, tetapi sesungguhnya biji itu diam-diam
tumbuh kembali dengan subur oleh gerakan kehidupan Ilahi di dalamnya hingga ia
menjadi pohon dan menghasilkan banyak buah. Perumpamaan ini disampaikan oleh
Yesus dalam wejangan-Nya kepada para murid hari ini (Yoh 12:24-26). Wejangan
ini mengisyaratkan diri-Nya yang akan wafat dan bangkit kembali dari antara
orang mati. Kebenaran ini kemudian menjadi nyata dalam pertumbuhan yang hebat
bagi Gereja Kristen dari masa ke masa hingga akhir zaman nanti. Ibarat pepatah yang
mengatakan: mati satu tumbuh seribu, karena penyerahan diri seperti itu
berdasarkan kebenaran yang dihayati dalam iman Kristiani, sebagai cara untuk
mengambil bagian dalam karya Kristus yang wafat dan bangkit untuk keselamatan
umat manusia.
Mati sebagai martir bukan mati konyol
melainkan sebuah kematian mulia demi mempertahankan kebenaran yang dihayati
oleh umat kristiani dalam hubungan dengan imannya akan Tuhan Yesus Kristus. Kita
percaya Yesus Kristus adalah Allah yang telah menjelma menjadi manusia. Segala perkataan
dan tindakan-Nya adalah perwujudan dari kata dan tindakan Allah. Wujud yang
terbesar dari perkataan dan tindakan itu adalah penyerahan diri-Nya untuk rela
menderita, dihukum mati demi keselamatan umat manusia dari dosa dan kematian
kekal. Ketika para pengikut-Nya ditangkap dan dianiaya karena percaya
kepada-Nya, mereka tidak tidak memberontak melainkan rela menyerahkan nyawa
untuk menjadi saksi atas kebenaran itu.
St. Paulus menilai pengorbanan manusia
atas kebenaran yang dihayatinya ibarat seorang yang menabur banyak yang
imbalannya akan menuai banyak, lebih lagi jikalau pengorbanan itu dilakukan
dengan semangat sukarela (2 Kor 9:6-10). Karena itu ia menganjurkan jika ingin berbuat baik
lakukanlah dengan kasih dan sukacita, jangan dengan beban atau sedih hati. Sebab
nilai dari perbuatan baik dan pengorbanan itu akan tinggi dan mulia berdasarkan
intensinya yang jujur, benar dan keluar dari penghayatan iman.
Para martir termasuk St. Laurensius hari
ini telah memberi dirinya secara sukarela untuk membela kebenaran Ilahi yang
dihayatinya. Ia telah menjaga harta gereja dengan membaginya kepada orang
miskin itu jauh lebih mulia daripada dirampok oleh penguasa Roma saat itu. Ia mati
demi orang miskin dan kebenaran iman yang dia yakini. Inilah pemberian –
kesaksian terbesar darinya untuk kita semua dan untuk Tuhan.