Tidak seperti biasanya pesta keluarga kudus tahun ini
tidak jatuh pada hari Minggu melainkan hari ini karena hari Minggu kita
merayakan Pesta Maria Bunda Maria, sekaligus Tahun Baru 2017. Yang menarik bagi
saya dari pesta hari ini adalah bolak baliknya Yusuf membawa keluarga ini dari
Betlehem ke Mesir lalu dari Mesir ke Nasareth. Suatu perjalanan yang tidak
mudah di zaman itu karena jauh sekali dan semuanya dilakukan dengan kendaraan keledai
ataukah unta? Tidak jelas. Pergi pulang atau bolak balik dengan keadaan seperti
itulah, menurut saya menjadi suka duka keluarga kudus di masa Yesus masih
sebagai seorang bayi, apalagi perasaan mereka digerogoti oleh rasa takut karena
ancaman pembunuhan oleh Herodes.
Pengalaman ini menggambarkan pengalaman jutaan
pengungsi pada zaman ini yang terancam hidupnya di negara asal mereka dan harus
pergi naik perahu, kapal feri, naik kereta bahkan juga ada yang berjalan kaki,
harus menerobos perbatasan yang dipagari kawat berduri karena keadaan perang di
negara asalnya. Para pengungsi merasa tidak nyaman atau terancam kelaparan dan
kematian karena situasi yang buruk itu. Menyedihkan dan amat memprihatinkan,
sebab tidak sedikit dari antara mereka yang mati dalam perjalanan di saat mengungsi
itu. Bagaimana nasib selanjutnya orang-orang ini, hanya Tuhan yang tahu. Untunglah
sama saudara di Eropa, atas nama kemanusiaan dan cinta kasih, masih mau
menerima para pengungsi ini dan memberi mereka makan.
Dalam hubungan dengan situasi seperti ini pada hari
ini Gereja mengajak kita untuk merenung dengan baik nasihat-nasihat dalam bacaan
pertama dan kedua hari ini.
Bacaan
pertama Kitab Sirakh (Sir
3:2-6.12-14) memfokuskan nasihatnya pada anak-anak agar mau menghormati ayah
ibu dengan baik. Nasihat ini cocok dengan hukum ke empat dalam 10 perintah
Allah. Anak-anak wajib menghormati ayah ibunya karena itulah kemuliaan dan hak
yang harus mereka terima atas jerih ayah ibu mereka ketika memelihara
anak-anaknya. Hidup manusia secara turun termurun adalah sebuah perjalanan
estafet, bukan saja menyangkut warisan harta benda tetapi terutama warisan
kebajikan dan kebijaksanaan yang bisa membantu mereka bertumbuh dan berkembang
menjadi suatu bangsa yang besar. Bangsa Israel telah membuktikan hal ini hingga
saat ini.
Sedangkan bacaan
kedua dari Kolose 3:12-21, nasihatnya
lebih komprehensif. St. Paulus menekankan bagaimana ayah, ibu dan anak, hendaknya
sama-sama menjaga hubungan tata krama yang baik dalam hidup bersama. Ia mengatakan:
“sebagai orang-orang pilihan Allah yang
dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan
hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain,
dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam
terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat
jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat
yang mempersatukan dan menyempurnakan. Hendaklah damai sejahtera Kristus
memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu
tubuh. Dan bersyukurlah. Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala
kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan
menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian
dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu”.
Tatakrama ini, bila dihayati dan dilaksanakan dengan
baik justru akan membantu keluarga-keluarga Tuhan dalam membentuk satu bangsa
yang bermartabat luhur dan dapat hidup sebagai citra Allah yang saling
menghargai dan mengasihi satu sama lain. Tujuannya tidak lain supaya perdamaian
antara bangsa dapat terpelihara dengan baik, sehingga pengalaman buruk keluarga
kudus tidak terulang kembali atau pengalaman buruk para pengungsi sekarang ini
tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.
Keluarga kudus Nasareth, Yesus Maria Yosef, doakanlah
keluarga-keluarga kristiani di manapun mereka berada. Amin